27 August 2011

si Eksis dan si Absurd

Di bumi yang sama dalam dimensi ruang dan waktu yang sama, mereka bertemu. Waktu mempertemukan mereka, waktu yang menemani mereka, waktu juga yang membentuk hubungan mereka. Dari hanya mengenal nama, sampai jadi tahu sifat masing-masing. Dari sekedar saling melihat dari jauh, sampai jadi sering menatap satu sama lain sembari utarakan isi hati. Dari yang merasa asing satu dengan lainnya, hingga menjadi seorang teman. Dari kata,"Halo" menjadi beribu kata dalam tiap pertemuan.

Namakanlah mereka si absurd dan si eksis. Si eksis merasa senang bertemu si absurd, dia merasakan sesuatu yang tidak pernah dirasakan, dia merasa sepenuhnya 'ada' ketika bertemu dan mengenal lebih jauh si absurd.

"Si absurd aneh, sangat aneh, tak jarang aku dibuat pusing dengan pola pikirnya yang aneh. Dia sulit untuk dimengerti dan dipahami. Namun aku tidak ingin meninggalkan dia, aku jusru merasa keanehan dia melengkapi keberadaanku."

Si absurd merasa senang bertemu dengan si eksis, ada rasa yang sulit baginya untuk dideskripsikan, yang dia tahu, kehadiran si eksis dalam hari-harinya membuat dia tidak jenuh menjalani absurditas kehidupan.

"Si eksis itu sangat rumit. Selalu membicarakan mengenai eksistensi, selalu mempersoalkan eksistensi manusia. Padahal manusia selalu bergerak dalam lingkaran absurditas. Namun aku senang mendengar ocehannya yang rumit itu, dia mewarnai absurditasku.."

Waktu terus berjalan, si eksis dan si absurd saling melengkapi dalam menjalani perubahan dunia. Mereka berteman, mereka berbincang, mereka berdiskusi, mereka berpikir, mereka saling melengkapi namun menutupi rasa yang terletak dalam lubuk hati.

"Entahlah. Aku menyukainya. Aku ingin terus bersama-sama dengan dia, tapi nampaknya tidak mungkin. Waktu berbisik pelan padaku, memberikan kabar, bahwa di masa depan aku tidak akan bersama-sama dengannya. Ya, aku tidak mungkin bersama-sama dengan dia meski dia membuatku menjadi 'ada' seutuhnya."

Si absurd tidak pernah tahu, bahwa dirinya membuat si eksis bingung dan linglung. Si eksis mempertanyakan eksistensinya, ia sempat merasa sedih, kenapa aku merasa begitu bergantung pada kehadiran si absurd?

Si eksis bingung. Dia bahkan tidak percaya dengan rasa yang ada dalam hatinya. Mengapa sulit sekali menjauhkan si absurd dari pikiran?

Waktu berbisik, "Mungkin kamu mencintai dia!"

"AH! Apa itu cinta? Bagaimana rasanya cinta? Apakah harus selalu dirasa?", seruan pertanyaan si eksis diteriakannya pada bumi.

Si absurd menjawab,"Cinta itu absurd."

Si eksis bingung. Hmm. Kalau cinta itu absurd, berarti cinta itu dia? Ah. Pemikiran seperti apa itu. Si eksis berpikir lagi, lalu berseru pada si absurd,"Hey, kalau cinta itu absurd, apakah kamu pernah merasakannya?"

Si absurd terdiam. Lalu pergi berlalu. Meninggalkan si eksis.

Seketika si eksis mengerti, ia mencintai si absurd, namun ia tidak akan mungkin bisa bersamanya. Si eksis mengambil keputusan, "Biarlah aku cintai dirinya tanpa harus dibalasnya, bahkan tanpa harus diketahuinya. Kehadirannya sungguh membuatku sepenuhnya 'ada' meski aku tidak mungkin selalu bersamanya."

Waktu terus berjalan..
Mengubah hari, mengubah bulan, mengubah tahun, mengubah suasana, mengubah tempat, mengubah semuanya..
Waktu tetap setia menemani si eksis dan si absurd, menjadi saksi bisu bagi mereka.

"Ah, tak mungkin untuk ku ungkap rasa ini padanya. Namun, aku tak sanggup jika melihatnya bersama dengan orang yang dipilihnya nanti.. Ah, tak apa, toh kehadirannya membuatku 'ada' sepenuhnya, meski dia tidak mungkin kumiliki.."

Ah sudahlah. Kunikmati saja kebersamaanku dengannya, jika memang waktu menjemputnya untuk meninggalkan aku, aku.. aku.. aku tidak tahu..

Si eksis terus menyimpan rasa cintanya dalam lubuk hatinya yang terdalam. Membuat ruang khusus dalam lubuk hatinya yang tidak akan pernah dia buka untuk siapapun, ruangan yang tidak akan pernah diketahui oleh yang dimaksud, ruangan untuk si absurd. Si eksis berusaha untuk tidak mempermasalahkan perasaannya untuk si absurd.

Tanpa dia pernah tahu, bahwa ternyata, si absurd melakukan hal yang sama dengannya, membuat ruangan khusus untuknya, di dalam lubuk hatinya..