18 March 2011

Cinta Butuh Pengorbanan (tapi sampai mana?)

Sungguh suatu hal yang biasa didengar dalam keseharian kita bukan? Konsep “Cinta butuh pengorbanan” sungguh tidak asing bagi orang-orang yang berada didalam sebuah hubungan relasi cinta. Ketika kita bersatu di dalam hubungan yang dilandasi oleh cinta, maka kita terikat di dalam komitmen dan seringkali kita harus mengorbankan beberapa hal dari diri kita untuk cinta (red: pasangan).


Sejenak saya merenungkan konsep tersebut sebelum memulai aktivitas mandi di kamar mandi kamar kos saya. Kenapa ya, konsep “Cinta butuh pengorbanan” seakan menjadi sebuah hal yang lumrah dalam hubungan relasi cinta? Bahkan dapat dikatakan menjadi suatu tuntutan yang harus dipenuhi. Ups. Tuntutan? Kenapa tiba-tiba ada term ‘tuntutan’? Tanpa sadar, dengan landasan “Cinta butuh pengorbanan” kita berubah menjadi ‘penuntut’ yang harus dipenuhi keinginannya dengan alasan “Cinta butuh pengorbanan”. Iya atau tidak? Terserah anda.


Memang apa saja yang harus dikorbankan dalam cinta? Hmmm. Mengorbankan waktu, uang, perasaan, pemikiran, bensin, apa lagi? Banyak lagi pastinya yang mungkin bisa anda jawab sendiri. Kembali lagi ke perenungan singkat saya soal “Cinta butuh pengorbanan”, saya bertanya-tanya dengan pikiran saya, kenapa cinta membutuhkan pengorbanan? Dan yang paling membuat saya tak habis pikir lagi, sampai kapan cinta membutuhkan pengorbanan?


Gelas dan Air


Hmmm, kenapa tiba-tiba berpikiran sampai ke sana? Entahlah, muncul begitu saja dalam angan. Saya menganalogikannya dengan gelas kosong dan sebuah teko berisi air. Ketika kita haus kita pastinya akan minum, minum apa? Minum air. Dengan apa? Dengan gelas tentunya (kecuali anda memiliki kebiasaan minum langsung dari teko). Anda pastinya akan mengisi gelas itu sampai penuh atau sampai pada batasan anda merasa cukup isi gelas tersebut untuk anda minum. Lalu anda akan meminum air dari gelas tersebut untuk melepaskan rasa dahaga yang menyerang tenggorokan anda.


Nah, sekarang anda tentu menyadari, bahwa anda mengisi gelas kosong dengan air sampai batas gelas tersebut penuh, kecuali anda iseng ingin membuat becek sekitar maka anda mengisinya hingga luber. Kenapa anda berhenti menuangkan air ke dalam gelas ketika air dalam gelas tersebut penuh? Karena anda tahu, gelas tersebut tidak lagi bisa menampung air, karena jika anda terus menuangkan air, maka yang ada air tersebut akan tumpah karena gelas tidak mampu lagi menampungnya. Gelas tersebut telah mencapai tahap ‘kepenuhan’ atau ‘pemenuhan’ daya tampungnya atau dapat dikatakan kemampuannya untuk menampung air. Anda melihat jelas batas dimana gelas tersebut akan mencapi ‘kepenuhan’ akan daya tampungnya terhadap air.


Sekarang, mari kita analogikan gelas dan air itu dengan cinta dan pengorbanan. Nah! Menangkap maksud saya? Kita umpamakan gelas itu adalah cinta, dan air itu adalah pengorbanan. Seharusnya, jika dengan analogi gelas dan air sebelumnya, kita pasti akan berhenti ketika gelas itu hampir penuh dengan air atau bahkan sudah penuh dengan air. Namun bagaimana halnya dengan cinta?


Jika merujuk pada pengalaman cinta beberapa orang teman, nampaknya gelas cinta tersebut tidak akan pernah berhenti diisi oleh air pengorbanan. Dalam situasi normal, dapat dikatakan, akan mengalami proses luber! Karena nampaknya tidak ada batas dimana pengorbanan untuk cinta itu harus berhenti. Terus dan terus saja ada yang harus dikorbankan untuk cinta, terus dan terus air dituangkan ke dalam gelas sehingga luber dan menjadi becek dimana-mana.


B A T A S


Kenapa ada term ‘batas’ ya? Ya, jika mungkin bagi beberapa orang tidak ada permasalahan dengan batasan mencintai, ya silakan. Tidak ada yang melarang. Dan kenapa tiba-tiba ada term ‘batas’ dalam cinta? Ya, itu berangkat dari rasa ingin tahu dan penasaran saya. Kenapa pengorbanan untuk cinta tiada habisnya, memangnya manusia tidak memiliki keterbatasan untuk mengorbankan apapun dalam hidupnya (hanya) demi cinta? Manusia memiliki keterbatasan, namun hal tersebut nampaknya tidak menjadi penghalang untuk mengorbankan apapun demi cinta. Jadi pengorbanan dalam cinta memang tidak memiliki batasan dong? Saya juga masih harus berkontemplasi dan berdiskusi untuk mencari tahu jawaban dari pertanyaan tersebut.


Jika merujuk pada ketidaksempurnaan manusia, maka pastinya akan ada konsep keterbatasan. Untuk saat ini, bisa saja dikatakan bahwa batasan pengorbanan untuk cinta adalah keterbatasan dari manusia itu sendiri. Mungkin ada beberapa hal yang tidak dapat dikorbankan untuk cinta karena keterbatasan diri manusia itu sendiri. Namun nampaknya melihat konsep cinta di dunia saat ini, semua orang yang dimabuk cinta nampaknya akan mengorbankan nyawa sekalipun untuk cinta.


Akhir Kata Semua Kembali Kepada Kita


Jadi apa batasan bagi seseorang untuk berhenti mengisi gelas cinta dengan air pengorbanan? Nampaknya tidak ada batasan untuk hal tersebut, selain dari diri manusia itu sendiri. Yang memungkinkan saat ini untuk menjawab pertanyaan tersebut adalah batasan yang diciptakan manusia itu sendiri. Kecukupan atau kepenuhan gelas cinta akan air pengorbanan tersebut hanya akan disadari oleh manusia itu sendiri. Manusia yang penuh dengan keterbatasan menciptakan sendiri batasan dalam hal cinta. Dan hal tersebut terkadang dapat menjadi sesuatu yang sulit atau terkadang mudah bagi setiap individu. Akhirnya segala sesuatunya akan kembali kepada individu masing-masing. Akhir kata semua kembali kepada, kita.


No comments:

Post a Comment