20 January 2011

Salah (si)apa?

Halo. *lambaikan tangan*

Anda beragama?

Anda percaya pada Tuhan?

Membaca kembali catatan kuliah Eksistensialisme yang saya ikuti di semester tiga. Saat itu filsuf eksistensialisme yang dibahas adalah Martin Buber, seorang filsuf yang mengkritik ritual-ritual keagamaan yang bersifat fisik. Dan saya merenung saat membaca catatan yang saya tulis,

Relasi Eternal Thou adalah relasi yang berhubungan langsung dengan Tuhan. Tanpa berdoa, beribadah, tapi saat melihat kekerasan terjadi, langsung menolong yang tertndas/teraniaya tersebut. Karena menurut Buber, untuk apa seorang manusia terus menyebut kata ‘Tuhan’ tapi mengkhianati relasi dengan sesama manusia.

Untuk apa berdoa, tapi tidak perduli dengan nilai-nilai kemanusiaan?

Tuhan seperti apa yang anda percayai? Dan mengapa anda percaya pada Tuhan? Karena ajaran agama yang diturunkan oleh orang tua? Atau karena memang anda sejak lahir mengenal konsep Tuhan begitu saja? Hebat kalau sampai begitu. *tepuk tangan*

Ya, kita tahu bahwa agama menjadi bagian dari kehidupan manusia. Dan Tuhan menjadi sosok fenomenal yang memiliki peranan tersendiri bagi setiap manusia di dunia ini. Pemeluk agama memiliki sosok Tuhan yang dipercayai dan diimaninya. Saya salah satunya, mungkin anda juga. Dan masih banyak orang di luar dunia maya ini yang meyakini Tuhan dalam kehidupan mereka.

Hanya saja saat ini saya sampai pada satu titik jenuh akan agama. Jenuh melihat aksi kekerasan di balik institusi agama. Jenuh melihat orang-orang (yang mengaku) beragama tetapi melakukan hal-hal yang imoral. Jenuh melihat kesombongan atas agama yang dianut.

Bingung dan tidak mengerti, Tuhan seperti apa yang dipercaya dan ajaran agama apa yang diterima. Saya tidak menyalahkan Tuhan-nya juga agama-nya. Karena memang Tuhan dan agamanya (nampaknya) tidak dapat dipersalahkan. Yang patut dipertanyakan adalah pola pikir dan sudut pandang orang-orang tersebut. Melakukan ritual keagamaan, namun menyakiti (baik secara verbal ataupun fisik) sesamanya manusia hanya karena perbedaan pandangan.

Tidak heran jika banyak orang yang memilih untuk tidak menjadi manusia dengan nilai-nilai religius dalam diri. Bahkan cenderung tidak peduli dengan Tuhan dan agama. Sempat terlintas, mungkin jika manusia tidak mengenal konsep Tuhan dan agama, tidak akan ada perbedaan dan keributan ataupun kekacauan di dunia. Tidak perlu ada perbedaan sudut pandang yang akhirnya saling menjatuhkan karena ingin mengklaim kebenaran absolut. Karena kalau dipikir lagi, apa sumber konflik? Perbedaan. (berbeda Tuhan, berbeda agama juga termasuk pemicu terjadinya konflik bukan?)

Ironis.

Perbedaan dapat menjadi pelengkap.

Namun di saat bersamaan juga bisa menjadi sumber konflik.

Dan siapa yang ada di belakang ini semua? Mungkin causa prima dibalik ini semua sedang tersenyum. Mungkin saat ini Tuhan saya, Tuhan anda, Tuhan agama lain sedang duduk bersama dan saling bercengkerama satu dengan yang lain. Mungkin mereka tertawa melihat manusia di dunia yang beragama saling berebut klaim kebenaran. Mungkin juga mereka saling mengasihani satu sama lain, mungkin mereka saling minta maaf atas kelakuan umat mereka.

Andaikan tidak ada agama.

Andaikan saya dan anda tidak mengenal Tuhan yang berbeda.

Andaikan tidak perlu ada beragam kitab suci.

Stop.

Semua tidak mungkin.

Karena agama ada, Tuhan (di berbagai agama) ada, dan kitab suci ada.

Dan (sayangnya) manusia yang menganggap diri dan agamanya paling benar juga ada.

Jadi,

Salah siapa?

Tuhan? Agama? Kitab suci? Atau ketiganya?

Bukan.

Bukan salah mereka.

Lalu?

Salah manusia yang menginterpretasikan mereka dengan pengertian yang salah dan jadinya menimbulkan masalah.

No comments:

Post a Comment