24 January 2011

Surat yang tak berharap untuk dibaca

Kepada Yang Terhormat,

Bapak Presiden yang saya kasihi.

Di Negara yang saya tinggali, di Istana manapun yang sedang anda tempati.

Shalom,

Apa kabar, pak? Perkenalkan saya adalah salah satu rakyat anda, nama saya Bella Marcellina, mahasiswa tingkat tiga di salah satu universitas negeri ternama. Saya bersyukur karena saya dan bapak berada di bawah langit yang sama dan berpijak di bumi yang sama. Saya bersyukur, dapat tinggal di sebuah Negara yang bapak pimpin. Memang status kita beda jauh, tapi jika dilihat dari tempat keberadaan dan keterlemparan kita di dunia ini, kita sama-sama manusia yang lahir dengan bahasa yang sama sebagai bahasa ibu.

Ada apa tiba-tiba saya menulis surat untuk bapak? Tidak ada apa-apa, pak. Saya hanya ingin mengisi waktu luang saya saja. Saya bingung mau nulis apa di blog saya, lalu saya keinget bapak yang sempat curhat soal gaji bapak yang tidak kurun naik, padahal harga cabe sudah naik-turun kaya lift di mall yang makin banyak saja di Jakarta. Bapak suka ke mall nggak? Apa nggak sempat karena banyak urusan Negara? Sehingga bapak lebih sering berkunjung untuk mengurus keperluan Negara ini? Saya bersyukur sekali, ada orang seperti bapak yang mau sibuk dan mendedikasikan waktu dan pikiran untuk memimpin Negara ini. Biarkan Tuhan membalas semua budi kebaikan dan jasa bapak pada Negara ini.

Saya sedikit terkejut mendengar berita tentang curhatan bapak soal gaji. Kenapa bapak tiba-tiba berpikiran untuk curhat seperti itu pak? Apa karena bapak sudah mulai merasa lelah menjadi presiden? Apa karena simpanan bapak untuk masa pensiun nanti kurang? Atau karena bapak iri dengan GT? Maaf, saya hanya berasumsi. Meski demikian, saya tetap ingin tahu motivasi apa yang membuat bapak curhat soal gaji bapak yang tidak kunjung naik. Bolehlah bapak cerita apa motivasinya, tidak perlu di media, tulis komen saja komen di bawah surat ini, pak.

Apakah bapak sadar? Bahwa kemiskinan masih menghantui sebagian besar rakyat Negara ini? Sementara bapak makan masakan enak yang disediakan juru masak istana, yang diliput di salah satu koran kota. Banyak orang miskin di penjuru Negara ini yang bahkan sulit untuk makan nasi, dan kadang tidak makan karena tidak ada yang bisa dimakan. Sementara bapak curhat soal gaji yang tidak naik, banyak orang yang bingung mau ngasih makan apa buat istri dan anak-anaknya. Sementara bapak cerita soal ancaman yang menghantui bapak, banyak orang miskin yang meninggal karena tidak mampu membayar uang berobat. Bapak tahu kalau di rumah sakit yang (katanya) disediakan pemerintah, pasien harus terlebih dahulu bayar uang muka sebelum memperoleh penanganan dari dokter? Bapak tahu kalau uang muka jauh lebih penting dari nyawa? Ada uang maka orang sakit selamat, nggak ada uang maka orang sakit dilawat.

Urusan Negara seperti apa sih yang dikerjakan? Saya tahu banyak sektor-sektor Negara yang perlu diurus. Tapi kok nampaknya setiap sektor tidak ada yang bermanfaat bagi rakyat. Rakyat ribut sendiri, bapak juga diem aja. Intoleransi meningkat pak di tahun 2010 kemarin, bapak kemana? Pelaku politik pada main kekuasaan, wakil rakyat tidak merepresentasikan suara rakyat. Wakil rakyat sibuk studi banding ke luar negeri, sementara tenaga kerja di luar negeri berjuang seorang diri. Wakil rakyat berebut dapat kursi kekuasaan, didukung rakyat biar jadi ‘merakyat’, sudah menang malah berkhianat. Parpol sibuk cari simpati, bilang cinta rakyat sampai mati, paling cuma untuk menangkan hati. Pejabat-pejabat dan konglomerat mempermainkan kekuasaan. Entah dimana letak integritas dan profesionalitas. Parpol rewel minta rombak ulang pemerintahan, palingan urusan kepentingan parpol sendiri. Oh maaf, saya lupa, bapak (juga) datangnya dari parpol.

Pak, kalau bapak bisa duduk manis menonton leg kedua laga final piala AFF kemarin dengan serius dan harapan akan kemenangan timnas kita. Saya juga berharap bapak serius memikirkan kami, rakyat Negara ini. Namun jangan hanya berharap, pak, tapi bapak bergerak secara signifikan untuk kami. Jangan hanya mengeluarkan instruksi di sana-sini terus diliput media tapi hasilnya nihil. Lama-lama bosan baca koran kolom dalam negeri, bukan dapat pengetahuan baru yang ada cuma dapat omong kosong dan kebohongan publik.

Apa mungkin moral orang kita sudah sangat bobrok pak? Jadi sulit sekali membuat pembenahan di sana-sini? Kalau kata iklan rokok: “Tanya kenapa?”

Mau nulis apalagi ya? Oh iya, mau cerita soal hukum di sini. Saya jadi ragu nih pak sama pemerintahan yang bapak pimpin. Kayanya asalkan orang pintar punya niat untuk mempermainkan hukum, maka Negara ini pun bisa diotak-atik. Hukum di sini benar-benar seperti lagu Nicky Astria ya pak, Panggung Sandiwara. Saya lagi nunggu klimaks sandiwara “Pajak”, menunggu satu tokoh utama yang belum muncul di panggung. Saya rasa GT bukan tokoh utama, dia hanya figuran. Atau mungkin dia hanya boneka panggung yang digerakkan oleh tokoh utama yang maunya jadi orang di balik layar.

Saya rasa cukup sekian surat saya untuk bapak. Maaf ya pak, membuang waktu bapak untuk membaca surat ini. Sebenarnya saya juga cuma basa-basi aja nulis kaya gini, kayanya nggak mungkin surat saya dibaca bapak. Saya berharap di tahun 2011 ini, pemerintahan mulai membaik kondisinya. Saya hanya bisa bantu doa, pak. Juga belajar untuk memelihara keprihatinan akan negeri ini sehingga jika saatnya tiba, saya boleh turun tangan membantu negeri ini. Semoga saja semua dilancarkan oleh Tuhan YME. Amin.

Semangat dan selamat memimpin negeri ini di tahun 2011, pak!

Pemimpin yang baik, dalam hal ini adalah pemimpin negara, pastinya akan mengutamakan dan mendahulukan kepentingan orang-orang yang dipimpin daripada kepentingan dirinya sendiri.

Namaste.

No comments:

Post a Comment