19 May 2010

Kita and Kami - Social Task

  • Baca konsep aku, kami, kita, dan the other dari buku Kita and Kami karangan Fuad Hassan.
  • Konsep “aku dan kamu” masuk ke dalam intersubjektivitas. Dan intersubjektivitas menurut beberapa filsuf.


Konsep aku, kami, kita, dan the other dari buku Kita and Kami karangan Fuad Hassan, mengulas mengenai konsep kebersamaan yang diulas dengan pandangan beberapa filsuf. Margaret Wood mengemukakan beberapa pertanyaan mengenai permasalahan ‘togetherness’ yaitu “Apa yang salah dengan kita?” dan “Apa yang salah dengan masyarakat kita?” dan pertanyaan yang seharusnya diletakkan dalam ranah universal,”Apa yang salah dengan manusia?” dan “Apa yang salah dengan manusia sebagai masyarakat?” pertanyaan tersebut jelas menggambarkan bahwa ada pembedaan dikotomis posisi individu dan kolektif.

Pembedaan dikotomis tersebut juga dapat kita lihat dari pemikir filsafat di era yunani kuno, Plato dan Aristoteles. Plato yang secara khusus mendesain negara ideal dimana individu dapat menemukan tempat yang tepat dalam struktur sosial, jelas mencerminkan pola dikotomis dalam hubungan individu dan masyarakat. Sedangkan Aristoteles, yang memiliki konsep bahwa manusia adalah zoon politicon menempatkan individu dalam lampiran sosial. Meski beberapa filsuf selanjutnya seperti Thomas Hobbes, atau Charles Darwin, dan filsuf kontemporer seperti Soren Kierkegaard, Nietzsche, atau Jean-Paul Sartre, individu dipahami sebagai suatu entitas untuk dimasukkan ke dalam posisi dikotomis yang berlawanan dengan masyarakat-nya.

Titik mula sebagai dasar dari ‘togetherness’ dapat dimulai dari pemikiran Martin Heidegger, dimana dunia manusia adalah dunia bersama, dan manusia tidak bisa dilepaskan dari kehidupan bersama dengan manusia lain.

Dari titik tolak tersebutlah, Fuad Hassan ingin meneliti bagaimana kebersamaan dengan manusia lain, mempengaruhi kehidupan individual. Dan secara lebih lanjut, Fuad Hassan ingin meneliti bagaimana kebersamaan manusia mempengaruhi identitas diri dan afirmasi diri seorang individu. Menurutnya, sebuah analisis terhadap Kita dan Kami sebagai dua modus dasar kebersamaan akan memberikan pemahaman bagaimana identitas diri seseorang dapat dipertahankan dan tidak hilang oleh kebersamaannya dengan orang lain.

Dalam modus Kita, kebersamaan dibentuk dalam atmosfer kebersamaan. Individu yang terlibat dalam kebersamaan tetap mampu mempertahankan subjektivitas masing-masing. Dalam modus Kita tidak ada pola hubungan objektivikasi resiprokal atau komunikasi intermanipulatif antar individu yang menjadi anggotanya. Pada modus Kita, individu tetap memperdulikan pengalaman yang memungkinkannya untuk membentuk diri yang otentik dalam interaksi bersama orang lain, serta membagi pengalaman subjektivitasnya bersama orang lain.

Sedangkan dalam modus Kami, dapat dikembangkan dalam kebersamaan dengan manusia lain. Namun, modus ini hanya dapat ditegakkan dengan mengeksklusifkan yang lain dari kebersamaan sebagai Dia atau Mereka. Dengan kata lain, modus Kami selalu dihadapkan dengan Mereka sebagai pihak lain di luar kebersamaan. Modus kami secara esensial selalu mensyaratkan adanya yang lain sebagai pihak ketiga yang dihadapi, bahkan sebagai musuh bersama. Dengan demikian, Kami hanya dapat tampil sebagai kebersamaan yang diobjektivikasi oleh pihak ketiga. Ini menyebabkan individu dalam modus kebersamaan Kami mengalami dirinya sebagai pihak yang diobjektivikasi dan tidak lagi mampu tampil dalam subjektivitasnya.

Konsep aku dan kamu merupakan bentuk modus Kita, dimana dalam modus Kita-lah, manusia tetap unik di tengah keberagamannya.

Dan intersubjektivitas menurut beberapa filsuf, antara lain :

· Martin Heidegger

Kebersamaan termanifestasi dengan sendirinya dalam keluarga, masyarakat, negara, persahabatan, pernikahan atau kondisi dimana individu menemukan seseorang yang tepat dan bertunangan dengannya. Semua itu menjadi pertanda, bahwa dunia manusia adalah mensharingkan dunia. Sejak dunia menjadi “Apa yang saya share/bagi kepada orang lain”, kondisi dasar dari individu adalah kemampuan untuk pengalaman yang akan menjadi kemungkinan untuk mencoba mengerti antar sesama manusia.

· F. Heinemann

Manusia tidak pernah sendiri atau tidak terelasi, dia selalu terkait dengan beberapa jenis hubungan dengan manusia lainnya. Manusia selalu berbagi dengan manusia lainnya (The Others). Manusia merupakan pusat dari ke-relasi-an. (center of relatedness)

· Karl Jaspers

Kebebasan tidak pernah nyata sebagai kebebasan individu sendirian. Setiap orang bebas untuk orang lain. Eksistensi manusia terefleksi dalam kemampuannya untuk merespon dialog demikian nanti akan menjadi tanggung jawab bagi dirinya sendiri.

· Nietzsche

“The You is older than the I” maksud dari kalimat tersebut adalah bahwa Saya tidak pernah menemukan dirinya sendiri sampai menemukan dirinya berkaitan dengan Anda dan dengan demikian menjadi kita.

No comments:

Post a Comment