20 December 2010

cinta permukaan

"Aku rasa kita sudah nggak cocok lagi deh."
Kalimat di atas adalah kalimat yang dilontarkan Irfan kepada Jennifer setelah mereka berpacaran selama satu tahun. Sudah satu tahun berlalu, Irfan baru ngomong begitu sama si Jennifer. Lah emang kemana aja sampai baru bisa ngomong kaya gitu setelah satu tahun dalam masa pacaran berlalu? *lirik Irfan*
"Habis gimana dong?! Gw baru ngerasa kita nggak cocok satu sama lain! Dia nggak seperti yang gw harapkan pas masa pedekate dulu."
Begitu curcol Irfan pas ditanya kenapa baru mutusin pas udah jalan setahun. Hadeh, ini nih yang harus diwaspadai. Mencintai seseorang tidak berdasarkan pada kenyataan yang ada. Kenapa sih loe dulu jatuh cinta sama Jennifer?
"Di mata gue, Jennifer itu cantik banget. Dia pintar dan rajin belajar, baik dan perhatian, suka menolong teman-temannya. Perfect-lah pokoknya! Makanya gw jatuh cinta banget sama dia. Tapi, pas udah pacaran, duh, keluar deh aslinya. Doi matre banget meen!"
Ck, ck, ck. *geleng-geleng kepala*

Apakah alasan seperti itu juga terjadi kepada kita? Bukankah seharusnya dalam mencintai itu kita juga harus mencintai setiap kekurangan orang yang kita cintai? Kasus Irfan dan Jennifer adalah contoh bagaimana cinta pada permukaan seringkali berakhir pada perpisahan.

Disadari atau tidak, ketika kita jatuh cinta, sosok orang yang kita cintai akan terlihat sangat "WOW" di mata kita. Entahlah dalam bentuk apapun, meski dia lagi ngupil, mungkin akan terlihat "WOW". Tapi itu keterlaluan sih kayanya. -____-

Gw sempat berpikir, apakah konsep mencintai itu diawali atau bahkan berkaitan erat dengan konsep mengagumi. Dari hasil kontemplasi, terpikir bahwa konsep jatuh cinta yang memang erat kaitannya dengan rasa mengagumi. Menurut gw, ketika seseorang jatuh cinta, meskipun eksistensi dari orang yang kita cintai berada setara dengan kita. Tapi dalam konsep rasa, eksistensi orang tersebut berada setingkat atau bahkan lebih di atas kita. Orang yang kita cintai akan terlihat 'lebih' di mata kita.

Tanpa sadar saat kita jatuh cinta, kita menciptakan konsep ideal dari sosok orang yang kita cintai. Dikarenakan rasa suka yang kita miliki, maka setiap gerak-gerik ataupun perilaku orang yang kita suka/cintai akan coba kita perhatikan. Disadari atau tidak, ada dorongan dari dalam diri yang mendorong kita untuk mengetahui jauh lebih dalam tentang orang yang kita suka/cintai tersebut.

Dan apapun gerak-gerik orang yang kita suka itu kadang membuat kita dibutakan oleh apa yang kita lihat dan kita rasa. Jadi, bener dong cinta itu buta?
Eits, sebentar.
Siapa sih yang bilang cinta itu buta?
Menurut gw, Cinta itu abstrak. Dan kompleks malah kalo menurut gw.

Jadi, cinta itu bikin kita buta?
Alah. Dibutakan oleh cinta kali maksudnya?
Wah, kalo itu sih balik lagi ke masing-masing individu.
Yakin dibutakan oleh cinta?
Bukan diri kita sendiri yang justru membutakan diri sendiri hanya karena satu rasa yaitu, cinta?

Irfan, menurut gw, loe terperangkap dalam satu konsep tentang Jennifer yang loe ciptakan sendiri. Loe melihat dia dengan kacamata positif (bukan berarti loe silinder), maksud gw, loe melihat segala apapun tentang Jennifer sebagai sesuatu yang terlihat "WOW", semua terlihat sangat indah di mata loe. Sekalipun loe tau soal kekurangan dia yang pernah loe denger dari temen-temen loe ataupun loe lihat sendiri. Bener nggak? Kalo nggak, yaudahlah ya, dengerin aja apa kata gw.

Loe nembak si Jennifer karena rasa suka atau rasa jatuh cinta yang mendorong loe untuk memiliki dia dengan segala keindahan yang loe lihat. Loe nggak melihat kekurangan dia sebagai sesuatu yang negatif, loe (pinjem istilahnya Bung.Sartre) 'menidakan' segala kekurangan Jennifer yang loe lihat ataupun loe tahu. Sehingga, saat loe berada dalam satu relasi dengan Jennifer dan merasakan ada yang berbeda dari konsep Jennifer yang loe pernah buat, loe merasakan ketidakcocokan itu. *Irfan ngangguk-ngangguk*

Jangan ngangguk-ngangguk aja dong! Nangkep nggak maksud gw?
Inget nggak sama lagu Agnes Monica? Yang dia nyanyi," CINTA INI, KADANG-KADANG TAK ADA LOGIKA!" *dance ala Agnes*

Nah, itu pas tuh sama loe, fan! Loe nggak pake logika loe saat jatuh cinta. Perasaan loe mendominasi diri loe saat jatuh cinta, logika loe jadi nggak kepake karena loe lebih mentingin rasa! Sebenernya sih itu lagu agak gimana juga liriknya, cinta emang punya logika? Duh, keberadaan cinta bukannya abstrak ya?

See? Loe sendiri yang menciptakan perpisahan sejak awal. Loe mencintai seseorang berdasarkan konsep kesempurnaan yang loe buat tentang dia. Rasa, mendominasi diri loe, sampai loe lupa pake logika untuk menyadari kekurangan orang yang loe cintai.

Jauhi deh, konsep cinta permukaan, atau bisa dibilang cinta kulit. Bukan maksudnya loe cinta sama kulit buaya, kulit harimau. Bukan, tapi loe mencintai apa yang terlihat dengan kacamata yang lupa dipasangin gear logika.

Ngomong-ngomong, respon si Jennifer gimana tuh pas loe putusin?
"Dia nangis! Nggak mau putus. Aduh, gimana dong ya? Gw nggak tega juga nih, tapi dia juga hampir membuat aliran dana gw kembang-kempis! Gimana dong bell caranya mutusin dia?!!"
Hadeh. -_____-
Susah. Emang cinta suka bikin cenat-cenut.
Ntar disambung deh obrolan kita.

2 comments:

  1. saat ada kata 'ngga cocok lagi' , sebenernya itu karena perasaan yang dulu ada memang udah ga ada.

    tapi pertanyaannya, siapa yang mengatur datang perginya perasaan itu ya? masa Tuhan tega mengambil perasaan cinta manusia?

    Lalu gimana nasib orang yang bisa nikah ampe puluhan tahun sampe mati?
    kok mereka bisa tetap mempertahankan perasaan itu ya?


    cinta itu undescribeable, kaaaa.

    ReplyDelete
  2. bisa karena cinta adalah misteri terbesar yang dimiliki manusia.

    ReplyDelete